Jumat, 29 Februari 2008

Menguak Tabir Suku SAMIN (IBAR Production-ESATEK)-Jakarta


Lari Dari Blora, Menguak Tradisi Budaya Samin
Lari Dari Blora
Lari Dari Blora
Setelah hampir setahun tertahan edar, film LARI DARI BLORA akhirnya serentak edar di Jakarta, Depok, Tangerang , Bekasi, Bandung, Medan, Semarang, Surabaya dan Makassar, mulai 28 Februari 2008. Ini disebabkan pada tahun 2007 lalu, sesaknya produksi film yang mengantri masuk bioskop.

Film yang disutradarai Akhlis Suryapati ini melibatkan sutradara senior Bobby Sandy sebagai creative supervisor, Rus Y Sapari (penata kamera), Yuana M (penata artistic), Yanto Yepes (penata suara) dan Hornady Setiawan (penata gambar) dan Rafika Duri yang turut ambil bagian untuk original soundtrack-nya.

Film perdana IBAR Pictures yang mengambil latar belakang budaya samin di Jawa Tengah ini dikemas dengan sinematografi yang apik. Dengan satu harapan film ini mampu memberi apresiasi tentang sebuah film Indonesia, tentang budaya Indonesia yang diambil dari sudut pandang sineas Indonesia dengan daya tutur dan bahasa gambar komunikatif.

Film yang diangkat dari naskah skenario yang memenangkan lomba penulisan skenario film cerita program film kompetitif Budpar 2005 itu bercerita banyak tentang budaya masyarakat Samin yang selama ini tidak tersentuh dengan kemajuan jaman.

Dari awal cerita, Akhlis Suryapati yang bertindak sebagai penulis skenario dan sutradara, dengan lugas menawarkan warna lain dari tema-tema film Indonesia yang sudah ada. Mungkin, karena latar belakang sebagai salah satu wartawan senior budaya di salah satu media ternama ibukota, Akhlis terlihat mampu bertutur tentang apa itu budaya Samin. Bagaimana kehidupan masyarakat Samin di masa kini, yang notabene tidak kenal dengan aturan pemerintah.

Akhlis juga mampu bercerita tentang budaya Samin yang tidak mengenal hukum pernikahan. Terlihat dari pemaparan adegan dimana jika seorang laki-laki dan perempuan saling suka dan memiliki komitmen, mereka dapat melakukan hubungan suami istri tanpa terlebih dahulu harus meresmikannya di KUA.

Sebagai sutradara, Akhlis sungguh kagum dengan sikap dan budaya masyarakat Samin yang tidak gumunan (gampang terkagum-kagum). Andai saja ada helikopter mendarat di sana atau mereka datang ke sini melihat gedung-gedung tinggi, mereka akan bersikap biasa saja.

"Kita ingin mengatakan, bahwa ada budaya minoritas di sini. Kalau kita sepakat bangsa ini multikultural, budaya minoritas semacam ini harus diperhatikan," paparnya kepada rileks.com, 26/2-2008.

Mengambil syuting di Blora, Pati, Rembang, dan Jepara, Jawa Tengah dari April – Mei 2007, film ini melibatkan sejumlah pemain lintas generasi, seperti W.S Rendra, Ardina Rasti, Annika Kuyper, Soultan Saladin, Nizar Zulmi, Tina Astari, Iswar Kelana, Brata Sentosa, Andreano Phillip, Oktav Kriwil serta sejumlah pemain lainnya.

W.S Rendra mengakui keterlibatannya dalam film ini karena skenarionya berjiwa seni tinggi. Selain itu, film ini juga mengangkat tema masyarakat minoritas yang jarang disentuh oleh sineas lain.

"Dari sisi seni dan budaya, skenario film ini sangat bagus, meski bukan berarti film yang lain tidak bagus, tapi film ini memiliki warna lain," ujar penyair berjuluk Si Burung Merak ini.

Di sisi lain, Egy Massadiah selaku produser, akan terus memberikan kontribusinya melalui karya film berlatar belakang seni budaya asli Indonesia.

"Dalam mendukung produksi film nasional, kami ingin warna film Indonesia semakin beragam, agar penonton memiliki banyak pilihan," ungkap Egy.


Ketika Cinta mulai bersemi
Ketika Cinta mulai bersemi

Sinopsis

Lari dari Blora mengisahkan tentang seorang gadis dari Amerika Serikat yang mewakili LSM asing, bernama Cintya [Annika Kuyper], datang ke wilayah antara Pati-Blora di Jawa Tengah, melakukan penelitian terhadap kebudayaan masyarakat Samin.

Di saat bersamaan, dua penjahat kelas teri bernama Bongkeng [Andreano Philip] dan Sudrun [Octav Kriwil], kabur dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Blora dan memilih desa tersebut sebagai tempat persembunyian.

Di desa itu, terdapat seorang guru yang berusaha menyekolahkan anak-anak orang Samin, Ramadian [Iswar Kelana]. Namun, usahanya itu sangat ditentang oleh Pak Lurah [Soultan Saladin] yang berprinsip, tetap menjadikan masyarakat Samin sebagai Cagar Budaya.

Maka, desa tersebut memiliki ciri khas yang dapat mengundang para peneliti, LSM, mahasiswa, dan sebagainya, yang berarti mengundang hadirnya dana bantuan dari pemerintah maupun asing.

Pelestarian terhadap budaya dan komunitas Samin juga, berarti menghargai semangat multikultural yang menjadi ciri kebudayaan Indonesia. Terjalinnya hubungan kepentingan yang intens antara Ramadian dan Cintya.

Hingga tanpa disadari, hal ini membuat Hasanah [Ardina Rasti], putri Pak Camat [Nizar Zulmi] yang juga pengajar di SD tersebut, menjadi amat cemburu. Konflik yang terjadi, akibat perbedaan kepentingan antara Ramadian dan Pak Lurah kian meruncing.

Di saat bersamaan, munculnya beberapa intel yang menilai bahwa, keadaan desa tersebut semakin tidak aman. Karena dijadikan sarang persembunyian dan pelarian para penjahat.

Mereka pun mencurigai Simbah [WS Rendra] dan warga Samin yang melindungi para pelarian. Selanjutnya, tersebar isu bahwa Desa Samin diduga menjadi sarang penjahat dan berpotensi menjadi sarang teroris, gerakan aktivitas LSM asing dan dalam negeri yang menebarkan provokasi.

Serta, mencurigai ajaran Simbah, sesepuh komunitas Samin yang dicurigai sebagai aliran sesat. Sebuah operasi keamanan pun digelar. Sekitar ratusan polisi yang bersenjata lengkap, dengan menumpangi truk-truk dan panser bergerak mengepung Desa Samin.

Si Mbah ( WS Rendra) sedang melakukan transaksi tukar beli hasil tani
Si Mbah ( WS Rendra) sedang melakukan transaksi tukar beli hasil tani
Bagaimanakah nasib Desa Samin selanjutnya, mampukah desa ini bertahan di tengah situasi yang kurang kondusif, akibat adanya konflik kepentingan tersebut ?.

Meski `agak` membosankan dan melelahkan, secara keseluruhan, film Lari dari Blora boleh mendapat acungan jempol. Karena ini memang film yang berbeda dari film-film Indonesia sekarang.

Untuk penggemar film yang kurang menyukai adegan dialog panjang, memang sangat tidak direkomendasikan untuk menonton film ini. Tapi jika Anda sebagai seorang penggemar film yang ingin tahu banyak budaya Indonesia, jangan ragu untuk menonton film ini. ! Karena film ini layak untuk Anda Tonton ! (lily)

Tidak ada komentar: